www.tviexpress.com/globeaway

www.tviexpress.com/globeaway

Jumat, 18 Desember 2009

KESIMPULAN, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG


ASPEK SOSIAL EKONOMI

1. UMUM
Diantara faktor yang berhubungan dengan aspek sosial ekonomi adalah suplai bibit, status lokasi, perijinan, sarana transportasi, tenaga kerja, alat dan bahan, pasar dan harga serta dukungan pemerintah.>

2. SUMBER BIBIT
Bibit ikan kerapu adalah faktor yang menentukan kelangsungan usaha ini, sehingga sumber dan suplai bibit ikan kerapu harus jelas untuk kebutuhan dan keberlangsungan proyek.>

3. STATUS LOKASI DAN IJIN
Lokasi yang dipilih untuk budidaya ikan kerapu statusnya harus jelas, sehingga tidak berbenturan dengan kepentingan masyarakat pada umunya, instansi lain atau lembaga lain di kemudian hari.

Peruntukan lokasi harus jelas dan pasti, sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah setempat. Peruntukan areal yang jelas ini sangat penting untuk menghindari terjadinya kerugian yang tidak terduga sewaktu-waktu.

ASPEK KEUANGAN, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG





KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI

Analisa ini diharapkan akan dapat menjawab apakah para nelayan plasma akan mendapatkan nilai tambah dari proyek ini dan mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh bank dalam jangka waktu yang wajar.

Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan usaha setiap nelayan yang akan mengembangkan (ekstensifikasi) penangkapan dan budidaya ikan kerapu seluas 1 unit kajapung berikut armada kapal penangkap ikan. Dengan demikian perusahaan Inti akan terlibat kegiatan sejak awal, mulai dari kegiatan survei lokasi penempatan kajapung, survei lokasi perencanaan proyek termasuk desain teknis kajapung, pembuatan kajapung, sampai benih ikan yang dibudidayakan siap menghasilkan.

Skim kredit yang digunakan adalah kredit dengan bunga pasar sebesar 30% per tahun dengan masa tenggang selama 6 bulan. Selama masa tenggang bunganya adalah sebesar 28%. Sedangkan waktu kredit adalah selama 42 bulan (termasuk masa tenggang).

Biaya investasi budidaya digunakan untuk investasi 1 unit kajapung (sebanyak 44 petak); armada kapal bermesin penangkap ikan sebanyak 44 unit (ukuran 2 GT); 55 set jaring; dan peralatan bantu lainnya.

ASPEK PRODUKSI, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG





TEKNIK PEMBESARAN

Ikan kerapu di Indonesia terdiri atas 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu napoleon (Cheilinus undulatus); kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout (termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapi lumpur/Estuary Grouper dan ikan kerapu macan/Carpet cod (termasuk genus Epninephelus).

Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunuk atau kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh karena jenis ikan ini ternyata pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya, dan benihnya selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat diadakan dengan cara pemijahan dalam bak, sedangkan ikan kerapu lainnya sulit dipijahkan dengan berhasil, sehingga pengadaan benihnya harus diambil dari alam.

ASPEK PEMASARAN, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG





Peluang Pasar

1. Pemasaran Ekspor

Perkembangan ekspor Ikan, khususnya produksi perikanan laut termasuk ikan kerapu budidaya Kajapung dan hasil penangkapan para nelayan, dari Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995 Indonesia mengekspor hasil produksi perikanan (belum termasuk komoditas udang) sebesar 25.000 ton dengan nilai US $ 65.326.000, kemudian meningkat menjadi 27.000 ton dengan nilai US $ 64.058.000 pada tahun 1996, dan meningkat pesat pada tahun 1998 menjadi 708.000 ton dengan nilai US $ 680.639.000.

Di beberapa propinsi yang memiliki perairan laut yang luas, komoditi perikanan telah menjadi penghasil devisa andalan di mana nilai ekspor rata-rata setiap tahunnya selalu masuk kategori 5 besar sebagai penghasil devisa, bahkan di Propinsi Sulawesi Selatan dan Maluku, pernah menempati peringkat nilai ekspor tertinggi untuk komoditi ekspor terpenting di masing-masing propinsi tersebut.

Category Archive You are currently browsing the category archive for the 'ikan kerapu' category. KESIMPULAN, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JAR





ORGANISASI

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG





LATAR BELAKANG

Sebagai negara kepulauan (juga dikenal sebagai negara maritim), Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75% dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat.

Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45% saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6%. Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan Nusantara, yang berorientasi ekor untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya.

Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya.